Penyakit asma ialah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas. Inflamasi kronik dapat menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang ditandai dengan wheezing, sulit bernapas, dada sesak dan batuk (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’brien & Buceher, 2007). Selain memberikan dampak fisik, psikologis, ataupun fungsional, asma juga berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya bahkan meningkatkan angka morbiditas (To et al., 2013).
Di Indonesia, prevalensi asma menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 sebesar 4%. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi asma untuk seluruh kelompok usia sebesar 3,5% dengan prevalensi penderita asma pada anak usia 1 – 4 tahun sebesar 2,4% dan usia 5 – 14 tahun sebesar 2,0%. Asma dikenal memang dikenal sebagai salah satu penyakit kronis yang paling umum diderita oleh anak.
Asma memang menjadi salah satu penyakit paling sering didengar oleh masyarakat awam. Penanganan dan pelayanan medis untuk penyakit asma pun sudah lebih dikenal. Asma yang disebabkan oleh peradangan menyebabkan munculnya penyempitan saluran udara yang akan menganggu proses pernafasan.
Virus pernapasan infeksi sering memperburuk asma.Terdapat berasumsi bahwa asma yang mendasari mungkin mempengaruhi hasil klinis infeksi COVID-19, karena virus pernapasan secara luas meningkatkanrisiko asma eksaserbasi dan kematian. COVID-19 hadir dengan gejala pernapasan, mulai dari ringan hingga berat, dan persentase pasien yang signifikan mengembangkan sindrom penyakit pernapasan akut (ARDS); gejala parah ini terkait dengan sitokin sejati badai, khususnya IL-6, dan kematian.
Ketika seorang penderita asma tertular virus pernafasan, maka akan menyebabkan terjadinya produksi zat yang berlebihan yang akan memperburuk peradangan. Dalam kasus COVID-19, infeksi virus akan menyebabkan proses peradangan di jaringan paru-paru.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), paparan virus COVID-19 juga bisa menyebabkan pneumonia pada orang dengan asma sedang hingga berat sehingga bisa memicu dan memperburuk gejala asma. Dengan demikian, pengidap asma perlu lebih waspada karena penderita penyakit pernapasan seperti asma lebih berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi ketika terpapar COVID-19.
Berbanding terbalik, studi oleh peneliti dari University of North Carolina didukung studi-studi lain menemukan bahwa jenis asma alergi dapat memberikan perlindungan dari risiko terjadinya gejala berat Covid-19, dalam hal ini didapatkan kesimpulan bahwa asma tidak mendorong munculnya kondisi Covid-19 berat.
Meski demikian, penderita asma diharapkan tetap menjaga dan mengontrol penyakit asma yang diderita dengan selalu menjaga protokol kesehatan, tetap menggunakan inhaler setiap waktu yang ditentukan, dan segera berkonsultasi pada pihak medis jika merasakan gejala tertular virus Covid-19.
Referensi
So You Have Asthma. U.S Department of Health and Human Services, National Institutes of Health. NIH Publication No. 13-5248. Revised March 2013
Manese, Mercy, dkk. 2021. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Riwayat Serangan pada Penderita Asma di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Keperawatan. Vol 9. No 2. Hal 33-39
Lupia T, Scabini S, Pinna SM, Perri G Di, Rosa FG De, Corcione S. Novel coronavirus (2019-nCoV) outbreak: A new challenge. J Glob Antimicrob Resist [Internet]. 2020; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC71018/pdf/main.pdf